Selasa, 13 Desember 2016

Resolusi 2017

Resolusi 2017

Well, ampas banget gak sih nulis resolusi hahaha. Tapi penting sih nyusun resolusi, supaya tujuan hidup lebih terarah.

Teoritis? Iya tapi bukankah seluruh penemuan dimuka bumi ini sebelumnya berbentuk teori? Hihik

Melihat kebelakang, resolusi 2016 saya hanya tentang menabung DP rumah. Kebetulan saya tidak punya big plan di 2016. Karena tidak memiliki big plan, jadi saya merasa keuangan saya bisa diatur untuk menabung DP Rumah dan kemudian membeli rumah pada tahun 2018.

Tapi Tuhan ternyata berkehendak lain. Tuhan Maha Bercanda.

Pada awal tahun 2016, saya dan suami saya melakukan pindah kependudukan dari wonosobo kota masa kecil saya ke solo tempat orangtua saya tinggal.

Dan, sambil bercanda suami saya bilang : "udahh nih, KTP dulu jadi disini, habis ini KPR disini"

Dan benar saja, tidak sampai 6bulan, kami diberi jalan KPR dengan skema yang memudahkan kami dan sesuai dengan kemampuan dan tabungan kami. Dan KPR ini realisasi di tahun 2016. 2tahun lebih cepat dari resolusi kami tahun 2018.

Lalu resolusi kami 2017?

Saya pernah membaca suatu artikel, bahwa definisi hidup mapan adalah 
1. Bisa mencukupi kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan, alat transportasi,asuransi)
2. Bisa menjalankan passion untuk aktualisasi diri

Well, sandang sudah, pangan allhamdulillah, papan allhamdulillah , alat transportasi sudah ada yang layak tapi semoga bisa diberi rejeki untuk mendapatkan yang lebih nyaman untuk keluarga kami yang sudah bukan 2 personil saja melainkan 3 dengan bita. (Semoga)

Dan, ASURANSI. Asuransi ini banyak yah, asuransi jiwa, kesehatan, pendidikan, kendaraan . 

Dari keseluruhan asuransi, mungkin saya hanya punya asuransi kesehatan yang notabene fasilitas dari kantor. Dan resolusi 2017 kami adalah mulai menata keuangan untuk mempersiapkan dana asuransi pendidikan bita. Bismillah semoga kami diberi kemampuan finansial untuk ini.

2017, bita akan menginjak usia 2tahun. Dan mungkin mulai usia 2tahun, saya akan mulai mencari sekolah preschool yang serius dan sesuai dengan pola asuh yang ingin saya terapkan untuk bita. Ya, sekarang bita masih bersekolah di Paud dekat rumah, tapi tahun depan jika Tuhan memberi kecukupan rejeki untuk saya menyekolahkan bita, maka kesempatan ini ingin saya gunakan agar bita sekolah di preschool baru.

Dan sepertinya untuk menjalankan passion,kami masih harus menunda dulu. Karena passion dan aktualisasi diri pasti butuh biaya besar hahahahaha. 

Iya, mungkin kami masih jauh dari mapan. Kami masih belajar menjalani rumahtangga kami dengan pola dan alur yang sesederhana mungkin. Mengambil segala keputusan dengan logika dasar agar terhindar dari keinginan yang ambisius.

Dan untuk mengisi rumah juga sepertinya belum dapat kami realisasikan tahun 2017 melainkan ditunda sampai 2018 , toh juga rumah kami belum terburu-buru kami tinggali. Saya masih mengontrak di surabaya dan suami masih indekost di jakarta :)

Well, apa resolusimu tahun 2017?



Jumat, 09 Desember 2016

Niat menyapih bita (?)

Niat menyapih bita (?)

Pada awalnya, saya bercita-cita menyapih bita di usia bita 2tahun. Niat yang begitu ambisius jika dibandingkan usaha saya.

Hingga setelah bita berusia satu tahun, saya mulai mengenalkan susu UHT untuk bita. 

Dengan pertimbangan, karena setelah usia satu tahun, bayi sudah memiliki pencernaan seperti orang dewasa.

Kok gak sufor? 

Sufor itu digunakan untuk menggantikan asi di 6bulan pertama jika si ibu memilih untuk tidak memberi asix dan dilanjutkan pada masa makanan pendamping sampai usia satu tahun.

Ketika sudah berusia satu tahun, susu sapi sudah bisa dikonsumsi, dan gizi nutrisi bisa optimal didapat dari makanan. Lantas untuk apa sufor? Semua kandungan sufor ada di banyak kombinasi makanan sehari-hari.

Saya mengenalkan UHT pada bita lebih kepada karena bita masih menyukai susu, bukan ke nilai gizinya. Titik berat asupan nutrisi bita saya pusatkan pada makanan yang dikonsumsi. 

Sampai dengan usia bita saat ini 18bulan , saya masih memberi asi di malam hari dan pagi hari. Sedangkan siang full susu UHT dan saya hanya sesekali pumping dikantor karena kesibukan yang padat.

Hingga suatu hari suami saya berkomentar tentang berat badan saya yang kian ringsek dan suami saya sudah mulai kangen untuk memiliki saya "seutuhnya" lagi.

Kemudian saya mulai mengamati bita, apakah anak ini siap untuk disapih. Saya mulai browsing cara menyapih dan belum ada yang masuk dalam pikiran saya untuk saya praktekan.

Tapi saya jelas berniat untuk menyapih. 
Karena,
1. Konsumis bita atas makanan sangat memuaskan. Mulutnya hampir tidak bisa diam untuk tidak mengunyah. Sehingga saya harus selalu siap stok cemilan bita disamping saya juga memberikan suplemen vitamin

2. Bita tidak memiliki riwayat alergi susu sapi, sehingga UHT aman untuk bita dan bita juga tidak kecanduan dot, sehingga saya merasa nyaman PR saya hanya melepas "nenen"

3. Saya kembali membuka ayat AL QURAN tentang menyusui, bahwa usia 2tahun itu anjuran terbaik, tentang usia berapa anak boleh disapih disebutkan bahwa itu adalah hasil mufakat suami dan istri

Kebetulan, akhir bulan ini bita akan berlibur ke solo tanpa saya (saya lembur akhir taun dikantor), saya akan menilai lagi sejauh mana bita bisa fight tanpa nenen. Karena selama ini bita masih nenen menjelang tidur dan masih suka terbangun untuk nenen di malam hari.

Saya tidak menyangka bahwa proses menyapih akan se emosional ini, saya yang sudah memiliki niat merasa seperti akan kehilangan tatapan manisnya ketika bita dalam dekapan saya, saya takut apakah bita akan merasa kehilangan dan diabaikan jika saya "melepas" ritual nenen nya.

Well wish me luck !

Kamis, 17 November 2016

Behind The Screen Seorang Ibu

Sedikit saya ingin bercerita tentang "behind the screen seorang ibu"

Jika beberapa dari yang baca merasa "loh ini indri ngomongin aku", mungkin iya benar, karena saya melihat sekeliling, kemudian berpendapat. Tidak mendiskreditkan ya..., hanya berpendapat.

Hari ini saya pulang terlambat sampai rumah (baca: bita sudah tidur ketika saya pulang), kemudia saya bertanya pada tante saya yang menjaga bita. Apakah bita mencari saya.

Tante saya bilang:"setiap ada suara mobil, bita pasti langsung mamah mamah, dikira kamu"

Lantas saya merasa sangat bersalah, saya belai rambutnya kemudian saya bisiki "mau nenen gak nak?" , bita menjawab dengan mata sangat berat "nyenyeny" . Dan saya merasa sangaaaaat lega.

Bagi seorang ibu bekerja seperti saya, momen pulang kantor dan melihat tingkah polah anak adalah hal yang istimewa, sama mewahnya dengan me time atau hangout dengan teman. 

Kami sering merasa iri dengan para ibu rumah tangga yang dapat merekam setiap jengkal milestone yang dilewati buah hatinya.

Tapi apakah cerita ibu rumah tangga itu seindah bayangan kami?

Ternyata tidak juga.

Kemarin seorang teman saya ibu rumah tangga yang pekerjaan sehari-harinya mengerjakan seluruh pekerjaan yang ada di rumah. Dari mulai urus anak sampai urusan bersih-bersih dan masak.

Anaknya tidak bisa jauh sedetikpun darinya, kemanapun harus ikut (termasuk ke kamar mandi), padahal pekerjaan rumah semenumpuk itu hingga harus setrika baju jam00 hingga jam03 pagi.

Apa pendapatmu? Bahkan membayangkan saja untuk melewatinya saya tidak mampu.

What do you think guys? Is she has a me time? Is she has a social circle?
Jawabannya NOPE.

Mereka iri dengan para ibu bekerja yang punya social life? Ya mereka iri. Sama irinya para ibu bekerja yang tidak memilih berkarier atau jalan di tempat dengan mereka yang kariernya melesat bak roket.

Karier mereka yang melesat bak roket itu, apakah mereka artinya menelantarkan anak mereka?

Pernah saya membaca postingan path seorang mantan supervisor di kantor saya yang isinya merasa sedih dengan tuduhan orang-orang bahwa dia lebih memilih kerjaan dibanding anaknya.

Dear people, itu menyakitkan.

Apa kalian sudah tau alasan dibalik pengejaran kariernya? 
Apa kalian sudah cukup tau bahwa anaknya diurus dengan baik atau tidak?

Pada postingan saat itu, dia menjelaskan bahwa anaknya tetap menomorsatukan dirinya dibanding siapapun.

Well, itu adalah jawaban terlogis buat saya saat ini untuk membeli mulut mereka yang mendiskreditkan para ibu-ibu pengejar karier.

Saya kebetulan tidak berniat mengejar karier. Saya tidak mampu seperti mereka yang harus memiliki energy 300% yang dibagi 200% untuk kantor dan 100% untuk rumah.
Kenapa 200% untuk kantor? Karena ketika kamu mengejar karier, pekerjaan bukan hanya sekedar jobdesk tapi lebih berkalilipat dari itu. Kemampuan yang tidak semua orang, mampu. (Saya sangat mengakui saya tidak mampu).

Energi saya sejauh ini hanya 225% yaitu 100% untuk kantor dan 125% persen untuk rumah. Yaaa, karena saya memiliki peran sedikit lebih dirumah atas kondisi suami saya jauh.

Dan mereka para ibu rumah tangga?entah berapa persen energy yang harus mereka charge berkali-kali. Tanpa amunisi charger yang optimal (karena mungkin me time pun sulit).

Pada akhirnya semua hanya sawang sinawang untuk menilai peran ibu yang mana yang enak.

Semua ini hanya behind the screen kondisi seorang ibu.

Pada akhirnya di depan layar semua sama, memposting foto bersama anaknya sambil memberi caption bahwa anaknya adalah sumber kebahagiaannya

Walau dibalik itu, 
Ibu rumah tangga merasa teramat sangat lelah dan bosan. Membayangkan saat dimana masa gadinya dulu sangat menyenangkan

Ibu pekerja merasa gigit jari melihat teman seangkatannya memiliki karier melesat. Namun mereka harus mengubur dalam-dalam mimpi mereka ketika memakai toga. Menurunkan ego mereka untuk mempertahankan bonding dengan anaknya.

Ibu yang mengejar karier merasa sangat sedikit memiliki waktu untuk anaknya. Berangkat tidur pulangpun si anak tidur. Merasa sangat tersayat ketika anaknya merengek tidak memperbolehkan mereka berangkat bekerja. Dan waktu bersama anak harus tersendat sendat karena whatsapp dari kantor.

Tapi,

Tidak ada parameter ibu yang baik itu ditentukan dari keberadaannya dirumah atau tidak.
Ibu yang baik adalah ibu yang bahagia. Karena kebahagiaan membawa lingkungan sekitar menjadi beraura baik.

Selasa, 25 Oktober 2016

Menjadi ibu bukan berarti lupa menjadi istri

Menjadi ibu bukan berati lupa menjadi istri

Kalimat itu pernah disampaikan suami saya beberapa bulan lalu ketika saya dan dia berdebat hebat tentang suatu hal, yang saya juga sudah lupa perihal apa.

Tapi bukaaan, yang pasti bukan perkara isu pekerjaan rumah tangga atau hanya sekedar tugas istri dibagian dapur. 

Peran istri disini yang dimaksud,

1. Saya tidak merawat badan , berat badan saya merosot tajam dari normalnya ketika masih gadis menjadi pacar dari suami saya. Karena saya menyusui dan asupan nutrisi tubuh habis disedot oleh bita.
Nutrisi yang keluar tidak seimbang dengan nutrisi yang masuk, itu salah saya tidak mengatur diet seimbang.

2. Saya tidak memperdulikan penampilan/style seperti saat gadis, saya concern tentang style . Tentu karena saya memang berlangganan majalah fashion sejak puber. Sekarang, suami saya lebih sering melihat saya kusut dengan daster , dan ikatan rambut yang berantakan. Hanya jika pergi keluar rumah saya sedikit berdandan. Tapi tidak memuaskan.

3. Hal yang paling inti, saya lupa...bahwa saya adalah seorang istri dari seorang pria, yang bekerja jauh dari rumah, yang memiliki rasa ingin "menikmati istrinya sebagai wanita yang enak dilihat" .
Saya lupa, seperti apapun setianya suami. Dia adalah pria yang butuh maintenance wanitanya.

Suami saya termasuk kritikus yang concern terhadap penampilan saya, every detail dari atas sampai bawah.
Setiap akan pergi berdua, dia akan seleksi dulu mix and macth dari penampilan saya, apakah sudah pas atau belum. Sebaliknya pun saya demikian, tapi saya sudah tidak terrlalu concern, saya yakin dengan selera style-nya sendiri , dia akan berpenampilan baik.

Berbeda dengan saya yang...yahhh, sedikit meremehkan penampilan, karena ada kesombongan dalam hati kecil saya yaitu "udahlah, udah nikah ini..." Hahaha, padahal itu GAK BOLEH BANGET YAHH, KEPIKIRAN KAYAK GITU, BUNUH DIRI NAMANYA!!

Sekarang saya akan mulai membenahi, saya akan berinvestasi dengan skincare, supaya saya tetap dibanggakan di depan umum oleh suami saya di usia kami berapapun.
Saya harus berinvestasi skin care, agar anak saya tidak malu selfie dengan saya di usia saya berapapun.

Dan setelah menyapih bita beberapa bulan lagi, saya akan concern dengan berat badan saya, mengembalikan badan ke berat ideal.

Yahhh,, yukkk teman-teman sebagai sesama istri dan ibu, jangan kayak saya ya, nunggu ditegor suami baru action. Kalau suami udah negor tuh berati kita udah parah , hihihi.

Inget yahh, kadang kita ngomongin orang . "Itu istrinya si A kok gini yah" , "ih istrinya si B kok gitu, B kok mau yah" , padahal kita sendiri lupa, apakah kita sudah pantas untuk tidak dikomentari khalayak lain? *hihihi, self reminder to me*

Senin, 17 Oktober 2016

Peran seorang istri dalam roda perekonomian keluarga

Peran wanita dalam roda ekonomi keluarga .

Saya pernah berkelakar kepada suami saya .

Saya : yank, si x udah resign lo, jadi ibu rumah tangga , kapan ya aku bisa resign

Suami : bentar ya yank, kamu jangan resign dulu , aku masih butuh dibantu, tapi suatu saat kamu boleh kok resign

Dari contoh percakapan saya dan suami saya, jelas terlihat bahwa saya ikut berperan membantu suami saya menjaga roda ekonomi keluarga kecil kami.

Dalam hidup berumahtangga, kebutuhan apa saja yang pokok harus dipenuhi? Pastinya setiap unit keluarga akan memiliki jawaban yang berbeda.

Kalau saya, jelas sandang, pangan, papan, biaya pendidikan, kendaraan, biaya operasional harian(listrik, telfon, bensin dll) , tabungan, dana darurat, bahkan sampai biaya jajan untuk keseimbangan hidup

Semua harus tercukupi? Untuk case dikeluarga kami ya harus. Serta masih ada bab lain seperti membangu keluarga di luar keluarga inti.

Kalau suami saya saja yang bekerja, apakah semua bisa terpenuhi? TIDAK ! Maka dari itu saya bersedia bekerja untuk membantu roda perekonomian keluarga saya berjalan dengan baik, walau kami juga tidak bisa hidup bermewah-mewah. Tapi setidaknya hidup kami saat ini, cukup nyaman.

Ketika kamu adalah seorang wanita yang qualifeid untuk punya suatu pekerjaan sesuai dengan tingkat pendidikan dan kemampuanmu , ada beberapa pilihan dihadapanmu.

Menjadi ibu rumahtangga, menjadi ibu bekerja atau menjadi wanita dengan karier yang meroket.

Lantas pertimbangan apa yang bisa dijadikan dasar membuat keputusan?

Apakah kamu merasa dengan kondisi tertentu dipilihanmu itu, roda ekonomi keluargamu akan baik SESUAI STANDAR YANG KAMU TENTUKAN DENGAN SUAMIMU (JANGAN DIBANDINGKAN DENGAN STANDAR RUMAHTANGGA LAIN)??

Salah satu teman saya disuruh resign dari pekerjaannya di bank besar , dan dengan gagahnya sang suami menyampaikan bahwa dirinya sanggup menghidupi keluarga cukup dan memastikan roda ekonomi keluarganya berjalan mulus. 

Sedangkan teman lainnya, ada yang memiliki standar tinggi dalam menjalani rumahtangganya, contohlah liburannya saja beberapa kali ke luar negri. Ketika saya mungkin punya standar membeli rumah tipe 40, mungkin baginya standar rumah adalah tipe 60. Dia akan memilih meniti karier hingga meroket dan berprestasi , agar roda ekonomi keluarga sesuai standarnya berjalan dengan mulus.

Atau seperti saya sendiri, suami saya bilang , "udah yang penting kamu kerja, bantu finansial, tapi gak usah ngejar karier, aku aja yang kerja keras"
Lantas saya memilih untuk bekerja seperti biasa dan tidak ngoyo untuk mengejar karier, karena saya tau persis, standar hidup dalam rumahtangga kami sudah cukup kami capai tanpa saya harus menyamai gaji suami saya , misal.

Adakah yang salah dari ketiga pilihan diatas? Tentu tidak,karena standar hidup manusia sifatnya relatif .

Bagi saya sukses adalah :
1. Finansial cukup 
2. Keluarga bahagia

Akan berbeda dengan standar sukses keluarga yang lain

Tapi ada salah seorang teman wanita saya pernah mengatakan sesuatu yang sayapun lumayan tercengang .

Saya : kenapa wanita harus bekerja?

Teman saya : Supaya ketika suami kita diambil duluan sama Tuhan, anak kita tetap ada harapan untuk hidup layak dan sekolah layak ,seperti pengalamanku sendiri yang ditinggal papaku disaat aku dan adik-adikku sedang usia sekolah, mamaku yang memang bekerja akhirnya bisa membuatku dan adik-adikku tetap hidup layak dan sekolah dengan baik.

Klise? Yaaaa....untuk mendengarkan saja rasanya hati saya bergetar, tapi itu pengalaman pribadinya sendiri sehingga berani dia utarakan.

Di sini saya tidak berniat menyudutkan pilihan manapun, marilah kita sama-sama menghargai pilihan masing-masing

Toh, apakah seorang anak butuh ibu yang sempurna???

Tidak, seorang anak butuh ibu yang berusaha menjalankan perannya sebaik mungkin sesuai versi dirinya, DENGAN BAHAGIA .

Apapun pilihan kita sebagai wanita, bahagia adalah yang utama, karena kebahagiaan kita yang memberikan kontribusi terbesar dalam keharmonisan keluarga.







Bijaksanakah kita sebagai orangtua ?

Bijaksanakah kah orangtua terlalu berharap anaknya pintar ?

Saya dan suami saya tidak termasuk kategori siswa pintar disekolah, walaupun notabene sekolah kami sejak SD-SMA adalah sekolah favorit di kota kami masing-masing. Bahkan denny masuk di SD Unggulan di kotanya .

Tapi jelas, suami saya dan terlebih saya adalah siswa yang biasa-biasa saja. Tidak punya prestasi akademis yang menonjol, atau mininal masuk dalam peringkat 10besar di kelas.

Maka, apakah bijaksana kalau saya dan suami ingin men-setting bita menjadi anak yang berprestasi menonjol pada akademis, sedangkan gen bawaan kami saja standart.

Tentu tidak bijaksana .

Yang saya dan suami saya bisa lakukan hanyalah memberi fasilitas sebaik-baiknya sebagai kendaraan bita mengembangkan otak, bakat dan minat

Seperti, saya berusaha sebaik-baiknya memastikan milestone perkembangan bita di dua tahun pertama kehidupannya karena periode ini adalah periode emas penentu kemampuannya dimasa depan.

Seperti, suami saya berusaha mensuport sebaik-baiknya supaya saya memiliki motivasi untuk belajar dan belajar menjadi ibu yang bisa mendidik bita sebagai madrasah pertamanya . 

Seperti, saya dan suami saya yang mulai menata investasi untuk biaya pendidikan bita di masa depan, agar bita terjamin pendidikannya berjalan sesuai minat dan bakatnya. 

Adalah kewajiban orangtua untuk berusaha 100% bahkan lebih untuk mengantar seorang anak menjadi anak yang berdaya di masa depannya. Tapi bukan hak orangtua untuk menuntut anak "menjadi pintar"  hanya karena supaya orangtua mendapat prestige atau hanya karena orangtua ingin jerih payahnya tidak sia-sia.

Yang wajar adalah, orangtua menuntut anak melaksanakan tanggungjawabnya sebagai anak yang memiliki tugas belajar 

Sejauh ini saya hampir jarang memuji bita "anak pintarrrr" , saya lebih suka memuji bita dengan "anak hebaaat" ketika dia bisa melakukan sesuatu yang baru . Kenapa? Karena seorang bayi/balita itu ketika bisa melakukan sesuatu yang baru, dia melakukannya dengan sekuat tenaga dan pikiran.

Contohlah, baru bisa jalan, itukan berdasarkan atas pengalamannya berusaha berdiri , melangkah berkali-kali dan jatuh . Karena learn by experience itulah akhirnya balita bisa berjalan dengan lancar , dan itu pencapaian yang membanggakan baginya , yahhh karena pasti si balita berusaha susah-payah, itulah kenapa saya memuji "anak hebatt" karena mau berjuang untuk bisa melakukan sesuatu.

Tapi untuk pujian "anak pintar" ???

Pintar yang bagaimana?

Tumbuh kembang bita semuanya sesuai dengan milestone standar WHO , tidak ada yang istimewa .

Beberapa kali memang lebih cepat , seperti contohlah bita bisa berjalan di usia 11,5bulan padahal milestone WHO itu usia berjalan 15bulan

Atau seperti sekarang, bita (usia 16bulan) bisa makan dengan sendok sendiri dan menyuapi boneka, padahal menyuapi boneka di milestone WHO itu usia 18bulan 

Dan beberapa hal lainnya,

Tapi bukan berati semua tumbuh kembang bita lebih cepat dari standar WHO, ada juga yang benar-benar sesuai dengan usia toleransi WHO.

Seperti contoh tentang bicara yang memiliki arti (bukan ocehan tanpa arti), sesuai usia WHO itu usia 15bulan seorang balita bisa mengucapkan 3 kata berarti . dan benar saja,  bita baru bisa mengucap kata berarti diusia tersebut. Setelah sebelumnya saya panik, teman seusia bita sudah bisa menyanyikan lagu dua kata gabung.

Tapi apakah bita disebut terlambat bicara?? Ya tidak juga , karena masih sesuai dengan toleransi WHO .

Jadi dengan case bita begitu, ada yang terlalu cepat tapi juga ada yang time limit, apa bita disebut pintar? Pintar dibanding siapa?

Saya lebih suka menyebut bita , anak yang berkembang sesuai milestone-nya instead of "anak pintar" . Apakah tidak repot kalau nanti ketika sekolah anak sudah over pede kalau dia merasa pintar tapi disekolah ternyata dia kalah dengan anak lain, dan kemudian justru membuatnya drop?

Ketika pada akhirnya dibidang akademis bita tidak menonjol, saya dan suami saya mungkin sudah harus bersiap untuk itu.

Yang perlu kami tau sejak dini adalah, apa minat dan bakat (passion) bita, itulah yang harus kami kembangkan

Disini berapa orangtua yang tau bakat dan minat anaknya? Contohlah orangtua saya saja... Mereka tidak tau kalau bakat saya adalah menulis dan minat saya adalah berenang

Boro-boro di les-kan renang, saya malah diikutkan les menari yang saya sangat benci.

Akhirnya, saya jadi tidak bisa menjalankan passion saya dan benar-benar menjadi anak yang so so standart (terlihat seperti tidak punya bakat dan minat apapun) 

Itulah yang tidak saya inginkan pada bita. 

Saya ingin bakatnya berkembang seperti papanya yang punya bakat nge-drum dan tersalurkan lewat prestasi ngeband (contoh)

Saya mencoba tidak berekspektasi terlalu tinggi bita akan masuk 10besar dikelasnya, tapi jika itu terjadi dan atas usaha kerasnya , maka akan saya akan memujinya si anak hebat yang mau berusaha keras.

Kalau anak berusaha menjalani akademisnya sesuai jalur, berati dia melakukan 100% tanggungjawabnya , tapi jika anak berusaha berprestasi berati dia melakukan tanggung jawabnya lebih dari 100% , pantas untuknya mendapat pujian dari kita

- orangtua yang belajar menjadi orangtua 


Senin, 19 September 2016

Cerita tentang pembelian rumah

Hari pertama kerja setelah liburan 10hari kerja malah dikantor load kerjaan gak banyak, jadi akhirnya pengen nulis blog tentang pengalaman cuti kemaren yang emang diniatkan untuk proses pengajuan KPR di solo atau tepatnya di solo coret , hahahaha . Yang kebetulan deket banget sama rumah ortuku

Yang namanya rejeki emang kadang gak bisa diprediksi, dateng tiba-tiba dan yahhh kalo udah waktunya (bagi Tuhan) ya dikasih aja gitu kayak nebalikin telapak tangan

Jadi ceritanya, mamaku dateng ke sebuah pameran perumahan/property di mall di solo baru, dan menemukm sebuah brosur berisi DP minimal 10%  dengan harga rumah arround 500jutaan

Mamaku tau betul jumlah tabunganku yang memang ku siapkan untuk DP rumah, yang ku simpan rapi di deposito supaya gak terjamah kalau lagi kepepet . Buru-buru mamaku segera minta dihitungkan jumlah angsuran bulanannya kepada marketing developer perumahan tersebut, supaya segera bisa di forward ke denny dan aku

YAK SIP , ternyata angsurannya pun sesuai dengan budget kami . Setelah liat lokasi dan lingkungan, singkatnya aku dan denny berkeputusan untuk mengambil rumah itu.

Dan lagi-lagi kalau memang rejeki, semua akan dimudahkan.
Developer memberikan beberapa bonus hardware untuk rumah kami, dan yang paling gilanya lagi, kami dapat FREE BIAYA BPHTB ( PAJAK PEMBELI) , BALIK NAMA DAN PENINGKATAN SHM yang jumlahnya kalau ditotal hampir 20jutaan.


Buat kami berdua yang emang tabungannya mepet untuk DP dan biaya bank (pengajuan KPR) , dapet free biaya tersebut sangat win solution , karena kami jadi tidak harus menyiapkan cash lagi selain tabungan kami, hahahaha .

Semua kebetulan, benar-benar tidak kami sangka, bahkan direncanakanpun tidak

Rumah dengan tipe cluster eksklusive , tapi dengan tanah yang sangat sempit yaitu hanya luas 71m2 , sangat minimalis !!

Saya dan suami saya tadinya berencana membeli sebuah tanah dengan luas min 100m2 dan nantinya ingin kami bangun dengan desain sesuai keinginan dan mimpi kami.

Tapi nyatanya, membangun rumah impian sangat jauh dari kemampuan kami hahahaha, belum lagi kepengurusan surat-surat seperti IMB  dan lain2.

Sampai saya menemukan twit seseorang yang kurang lebih isinya :

"Jaman dulu orang mimpi punya rumah halaman luas, lantai kayu, ruang baca dll, jaman sekarang orang mimpi PUNYA RUMAH aja udah cukup"

Well, thats the fact !! Dan saya sangat mengalaminya sendiri .

Jangankan mimpi punya kamar luas dengan kamar mandi di dalam dan ruang wardrobe, punya rumah mungil yang DP KPRnya bisa kami tebus aja akhirnya ALLHAMDULILLAH.

Kenapa akhirnya kami memilih KPR, karena dengan KPR berati sudah terbukti bahwa tanah tersebut tidak bermasalah, surat-surat sudah berupa sertifikat, IMB sudah ada, dan yang pasti hanya kredit KPR yang tenor pinjamannya bisa diatas 10tahun , dan bahkan beberapa bank sekarang bisa diambil sampai 20-25taun .

Di lain waktu iseng-iseng ku browsing tentang perbedan jaman dlu dan sekarang, kenapa jaman dulu bahkan orangtuaku yang hanya PNS bisa memiliki 3rumah atau orang lain bahkan memiliki rumh dengan tanah lebih dari 200m2 padahal bukan dari kalangan menengah ke atas sedangkan jaman sekarang beli rumah dengan tanah 60m2 aja udah umum, TERNYATA karena lahan yang semakin sempit membuat harga tanah dimasa sekarang semakin mahal , dan tentunya juga lapangan pekerjaan yang semakin sempit .

Jaman sekarang, untuk jadi pegawai tetap di perusahaan aja butuh perjuangan, bahkan banyak yang berjuang dari tenaga outsourcing . Berbeda dengan jaman orangtua kita dulu, dimana lapangan pekerjaanlah yang butuh SDM. 

Well tuntutan hidup jaman sekarang emang ngeri, jauh dengan jaman orangtua kita. Sehingga ku pegang teguh quote yang pernah ku baca 

"persiapkan anakmu menghadapi dunia, jadikan anakmu anak yang berdaya menghadapi masa depannya"

*yang butuh info developer ku PT MERAPI ARSITA GRAHA , promo menarik yang aku dapetin itu bisa dimikmati sampai oktober 2016 (free biaya2 sertifikat dan dp 10%)

*PT MERAPI ARSITA GRAHA ini punya puluhan perumahan yang tersebar di solo dan jogjakarta , monggo yang butuh infonya pm aku aja






Selasa, 19 Juli 2016

Tentang mulai menyekolahkan bita di usia 13,5bulan

Tentang mulai menyekolahkan bita di usia 13,5bulan

Jadi saya dan suami saya sepakat untuk menyekolahkan bita mulai setelah lebaran ini . Bagaimana keputusan ini bisa diambil padahal banyak sekali perdebatan tentang menyekolahkan anak di usia yang terlalu dini.

Bahkan perdebatan ini juga terjadi dikalangan psikolog anak, di beberapa artikel di internet ada yang setuju ada yang tidak.

"Kasian anaknya, belum waktunya mikir" itu pendapat bagi ibu-ibu yang kontra 

Lalu kenapa saya dan suami saya memutuskan untuk menyekolahkan

Jadi cerita awal, bita mulai usia 10bulan sangat takut pada orang yang asing dan lingkungan asing. Tantrum kalau harus beradaptasi dengan orang dan lingkungan asing.

Saya kembali membuka seluruh buku-buku yang saya punya tentang tahap perkembangan anak, ternyata memang diusia 10bulan adalah mulai usia kritis tentang adaptasi lingkungan, itu normal. 
Bahkan menurut psikolog anak dan keluarga anna surti dalam kultwitnya suatu waktu menyatakan anak memang seharunya melewati fase tersebut, justru kalau gak melewati fase itu harus dikonsultasikan. Bahasa psikolognya saya gak paham.

Dan kondisi ini berlanjut 10,11,12bulan , menurut buku-buku tersebut seharusnya usia 12bulan sudah mulai berkurang. Tapi bita masih belum mulus beradaptasi.

Hingga akhirnya saya membaca artikel-artikel orangtua yang mengambil keputusan untuk menyekolahkan anaknya, dan saya setuju .

Bita perlu tandem , bersosialisasi , karena diusia 13bulan seorang anak sudah bisa bermain dan berinteraksi dengan oranglain.

Bita tidak punya saudara yang seumuran, saya tinggal dengan tante saya yang anaknya sudah sma-smp dan kelas 6sd, mereka berinteraksi dengan bita hanya untuk menggemasi bita, menciumi dll tidak bermain bersama bita

Pada pendaftaran bita sekolah, bunda pengajarnya pun berkata "sekolah disini bukan buat serius-serius, cuma buat sosialisasi supaya bisa berbaur sama anak lain ya"

Saya hanya menyekolahkan bita di balai RW tempat saya tinggal, hanya sekolah seadanya yang uang sppnya bahkan hanya Rp 20rb, murni saya ingin bita berbaur, bermain , bersosialiasi. Sekolah "benerannya" mungkin mulai akan saya pikirkan diusia 2tahun. Karena biaya preschool yang lumayan menguras kantong memang juga perlu disiapkan dengan matang.

Selebihnya untuk stimulasi motorik kasar dan halus adalah Tugas utama saya, sekolah hanya pelengkap saja. Saya hanya ingin bita bersenang-senang disekolahnya.

Jadi marilah sebelum kita saling tuding sebagai orangtua merasa paling benar "harusnya gak disekolahin!!!" Atau "harusnya disekolahin!!!" , kita pahami dulu alasan orangtuanya dibalik keputusan yang diambil

Mengutip kalimat seorang psikolog anak Monica Susilowati Mpsi "menyekolahkan anak diusia dini itu tidak haram tapi juga tidak harus"

 jadi yaaa berati pilihan orangtua masing-masing๐Ÿ˜Š๐Ÿ˜Š๐Ÿ˜Š