Jumat, 09 Maret 2018

Logika tabu seorang istri dan seorang ibu

Bingung mau share darimana, tentang beberapa pikiran ajaibku (disebut ajaib karena dilingkungan societyku masih hal yang tabu untuk dibahas).

Yang jelas aku bener-bener besyukur aku dipertemukan dengan suamiku denny.
Suamiku yang hampir selalu bisa menerima dan mengakomodir pikiran-pikiran logisku yang buat orang lain masih tabu dan tricky.

Denny selalu bisa menerima pikiran itu sebagai hal yang bermaksud baik. Mungkin buat oranglain, pikiranku itu adalah pikiran yang “negative thingking terhadap takdir”

Tahun 2014 menjelang pernikahan, denny masih ditempatkan dikalimantan. Denny bekerja di perusahaan konstruksi yang penempatannya seluruh indonesia tergantung dimana proyeknya. Praktis aku dan denny akan hampir selamanya menjalani hubungan jarak jauh.

Banyak sekali orang yang menyampaikan kepadaku untuk berhati-hati. “Ati2 suaminya aneh-aneh jauhan apalagi dikalimantan” dan lain sebagainya

Secara perasaan sebenernya aku gak terusik sama sekali. Karena dari awal memang kami sudah komit untuk bisa menjalani kehidupan rumah tangga yang berjauhan. Kebetulan aku dan denny juga bukan tipe pasangan yang menaruh curiga satu sama lain.

Tapi berbeda SECARA LOGIKA.
Secara logika, akan ada anak diantara kami. Dan jika hal buruk yang dibicarakan orang itu terjadi...bagaimana nasib anakku???

Akhirnya aku memutuskan untuk mengajak denny membuat perjanian pranikah. 
Bukan untuk pemisahan harta, karena kami tidak punya harta bawaan.
Melainkan perjanjian yang menyebutkan, jika salah satu dari kami selingkuh, maka anak, harta, penghasilan dll menjadi hak bagi mereka yang diselingkuhi. Supaya kelangsungan hidup anak kami terjamin.

Denny pun setuju. Tapi tidak dengan keluarga kami, yang menganggap perjanjian pranikah itu tabu. Yang aku dibilang berpikiran jelek terhadap denny lah dan lain sebagianya.

Akhirnya dengan bijak denny memberikan solusi, “udah, gak usah pake perjanjian pranikah, tapi semua aset kita nanti, atas namamu aja. Jadi kalo aku macem-macem, aku gak bisa jual juga...toh gajiku juga kamu yang pegang”

Kemudian aku menyetujuinya. 

Belakangan waktu hotman paris lagi hits, sering kasih advice soal legal minds, dia pun menyarankan kepada wanita-wanita agar aset bersama diatasnamakan istri, atau minimal atas nama berdua. Karena posisi hukum wanita sangat lemah jika terjadi perceraian, apalagi kalo ada WIL.

Waktupun berlalu hingga denny memenuhi semua komitmennya 1 per 1

Kredit KPR dan kredit konsumtif pembelian mobil kami semua atas nama denny. Selain karena denny yang memiliki penghasilan lebih banyak daripada aku, sehingga lebih mudah mengajukan kredit besar, juga karena kalo denny gak ada lebih dulu, kredit itu tidak jadi bebanku. 

Dilain pihak, aku sengaja mengikuti asuransi yang berjargon asuransi pendidikan. Dalam komponen asuransi itu. Ada premi dan ada kombinasi investasi berbasis unitlink.
Kalau aku meninggal duluan, uang pertanggungan asuransiku cair, sehingga bisa membantu denny menyekolahkan bita walau kecil nilainya. Tapi setidaknya membantu.
Tapi jika allhamdulillah kamu berdua diberi kesehatan dan umur panjang, maka kami bisa menikmati nilai investasinya untuk sekolah bita.

Temenku willys, yang paham betul tentang asuransi memberiku gambaran,

“Kalau ATM hidupmu tiba-tiba shutdown, siapa yang mau mengcover hidupmu sama bita?”

“Kalopun kalian berdua rajin nabung, kira-kira tabungan kalian sebanyak-banyaknya itu bisa gak buat biaya hidup sampek bita besar?”

“Satu-satunya jalan...ya yang berperan sebagai ATM HIDUP ini harus punya asuransi jiwa. Premi pertaunnya emang keliatan besar, tapi coba dibreakdwon bulanan. Paling cuma sebesar uang nonton+jajan kalian”


“Se begok-begoknya kamu gak bisa ngelola uang, gak bisa muter usaha. Uang  Pertanggungan sebesar sekian M bisa kamu depositoin. Bunganya, masih bisa buat kamu lanjutin hidup”

“Kalo kamu mau cari investasi, ya main aja saham atau reksadana...jangan ngarep dari asuransi. Asuransi itu payung”

Aku mengangguk terus menerus mendengarkan penjelasan sahabatku ini.
Dan semua aku sampaikan kepada denny.

Sambil berpikir, ya iya masa aku aja rela ngeluarin uang buat premi asuransi mobil. Masa buat anakku gak.

Denny pun setuju menggeser sebagian investasinya di saham untuk membayar premi asuransi yang lumayan besar bagi kami.

Dalam hatiku merasa bersyukur punya suami yang ngerti maksudku apa, untuk apa, tanpa sekalipun punya pikiran picik bahwa aku bermaksud tidak baik.

Karena mungkin kami punya tujuan yang sama. Memberikan anak kami yang terbaik yang kami punya. Dan semampu kami yang kami bisa.

Lalu, tujuanku nulis ini apa???
  1. Jelas untuk bekal bita nanti dimasa depan, agar bita membuka mata dan pikirannya tidak tabu dalam hal seperti ini
  2. Supaya teman-teman yang membaca punya gambaran baru tentang kehidupan pernikahan. Bahwa pernikahan tidak hanya tentang tugas suami cari uang, tugas istri mengurus anak. Melainkan juga tentang memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang dampaknya adalah tentang kelangsungan hidup anak kita.





Attachment.png

Kamis, 08 Maret 2018

Bagaimana membentuk portofolio finansial??

Uang kita kemana? Mau diapain?

Sebelumnya mau menggaris bawahi bahwa apa yang aku share disini bukan bentuk dari KESOMBONGAN kah, atau MERASA LEBIH BENAR dari yang lain kah. Atau apapun lah. Disini aku bener-bener mau sharing tentang ilmu-ilmu kehidupan yang aku dapet dari sumber manapun utamanya tentang finansial.

Awal 2018 kemarin, denny seperti biasa nanya, apa planning kita taun ini. 2016 udah plan KPR, 2017 plan tambahan kredit konsumtif tambahan (ganti mobil), 2018 (selain sekolahin anak) apa?

Akhirnya kita berdua sepakati untuk menata portofolio finansial kita. Tadinya denny sempet mikir mau konsul ke financial adviser. Tapi aku mikir...lah denny kan accountant, dan aku?? Aku banker dan aku analis kredit, kenapa gak kita coba dulu pakai ilmu kita untuk nyusun portofolio finansial kita.

Tahun 2017 kemaren waktu baru-barunya aku ganti mobil, aku jalan dengan salah satu temenku yang kerja di asuransi dan kebetulan single parent. Kemudian dalam perjalanan kami,terjadilah percakapan seperti ini.

Temenku : mantepp mobil baru

Aku : iya mobil baru utang baru

Temenku : utangnya atas nama denny?

Aku : ya kalo bisa utang KPR sama utang besar kayak mobil gini sih atas nama denny..supaya kalo ada apa-apa sama denny, utangnya gak jadi bebanku.

Temenku : bagus, tapi kamu mikir gak...klo misal denny kenapa-kenapa, emang sih utangnya lunas,gak jadi bebanmu. Tapi...kamu kira-kira mampu gak memenuhi biaya hidupmu sama sekolahnya bita as a single fighter?

Aku : hmmmmmmmmm

Temenku : aku bicara sebagai teman, bukan sebagai pegawai asuransi. Karena aku adalah sumber finansial 1-1nya bagi anak-anakku. Aku beli asuransi jiwa, supaya kalo aku meninggal, anak-anakku gak terancam putus sekolah. Dan seharusnya itu berlaku bagi semua pelaku sumber utama finansial keluarga (biasanya suami)

Beberapa bulan berlalu, aku belum juga mikir serius tentang pendapat temenku tadi. Hanya saja aku memamg sempat membuka polis asuransi berbasis unitlink untuk bekal anakku sekolah nanti. Dan itupun atas namaku

Yang aku pikirkan, 
Kalau denny meninggal duluan,maka kredit KPR dan Konsumtif (pembelian mobil) pasti lunas, aku tidak terbebani hutang sehingga aku bisa survive untuk bita

Kalau aku yang meninggal duluan, denny masih terbebani hutang besar tadi. Tapi setidaknya aku punya asuransi berbasis unitlink tadi yang kalau aku meninggal bisa memberikan manfaat benefit asuransi untuk membantu biaya sekolah bita.

Tadinya kupikir pemikiran itu cukup....

Sampai suatu ketika, aku follow IG dari financial adviser independen yaitu JOUSKA ID. Di IG tersebut sering mereka share tentang kehidupan klien mereka yang mempunyai berbagai masalah dan motif finansial yang bisa dijadikan pelajaran bagi pembacanya.

Well, oke aku sadar...
Aku butuh lebih dari sekedar “denny tidak meninggalkan utang besar” tapi juga “denny mewariskan biaya hidup dan biaya sekolah untuk bita”....yang hanya bisa kita peroleh dari asuransi jiwa. Pesan dari temenku sejak tahun lalu.

Tidak hanya itu,
Aku harus mempersiapkan portofilio finansialku...supaya kalau Tuhan memberikan rejeki umur panjang buatku dan suamiku denny, kami bisa bahu membahu memfasilitasi bita untuk mengejar cita-citanya dan tumbuh menjadi manusia berdaya.
Bagaimana caranya? Yaaaaa punya portofolio finansial yang bagus.

Sejauh ini kalau ngomongin aset gimana??
Rumah sama mobil gak usahlah disebut aset...kan masing nyicil.

Asetku dan denny mungkin terbilang receh, 

Logan mulia (hasil mas kawin)

Tabungan auto debet yang dikususkan untuk bita dan sengaja kami taruh di Bank yang kita tidak memiliki sama sekali akses atm dan mobile bankingnya (yaa lumayan udah 2 digit saldonya)

Saham (saham ini, jatah denny dari kantornya, lumayan sih...punya hampir 300 lembar dengan harga perolehan saat trading awal dilakukan)

Dan kicik-kicik deposito yang paling 2bulan dicairin, habis itu dibentuk lagi, butuh uang cairin lagi hahahaha

Masih super jauhhh dari portofolio finansial orang-orang sukses. Hahaha.
Eittss aku juga masih punya outstanding kredit konsumtif kok...dulu waktu awal-awal mau KPR, buat nambal biaya-biaya bank dan beberapa tambahan konstruksi. 
Yah walau limit pinjamannya kecil, tapi lumayan juga ngaruh sama cashflow.

Jreng jrenggg padahal habis ini bita playgroup, udah pasti biayanya berkali-kali lipat daripada spp-nya (yang cuma 20ribu/bulan) dan transport jalan kakinya waktu di paud.

1-1nya jalan membentuk portofolio finansial???yah maybe harusnya cashflow harus bagus dulu (walau secara teori), bismilah semoga kredit atas namaku bisa diselesaikan tahun ini.

Dan sungguh, semua perencanaan finansial yang kami bangun. Tidak ada sama sekali nafsu untuk menjadi serakah sebagai manusia. Tapi lebih kepada, kami sebagai orangtua dari seorang putri, yang kelangsungan hidupnya adalah tanggungjawab kami.

Itulah sebabnya aku beberapa hari ini ngebet belajar macem-macem. 
Ya saham, ya asuransi jiwa.....
Supaya ada gambaran, supaya bisa memutuskan...dana yang mana harus digeser kemana, dana yang mana harus diapain, dan lain-lain.

Mengutip kata mas-mas tadi yang ngajarin soal asuransi dan wealth management. “Jaman sekarang, gak mungkin kalo kasih warisan itu rumah kayak jaman dulu...orang bisa beli rumah aja udah sukur” 

Well...jaman emang udah berubah, kita yang emang harus mengikuti. Demi siapa kalo bukan demi anak kita.