Okeee, intinya disini aku mau sharing tentang relationshipku sama suamiku sendiri yang kira-kira udah berjalan 7tahunnn. Setelah 5taun pacaran yang udah kayak kredit mobil aja.
Jadi, emang apapun di dunia ini tu pasti sawang sinawang, termasuk soal hubungan sepasang kekasih (cieileee), dan sama aja aku sama suamiku juga sawang sinawang.
Oke, hubungan kita yang tampak diliat orang tuhhh (ini berdasarkan banyaknya yang ngomen langsung dari yang mereka liat ya)
1. Yang galak adalah aku istrinya, aku tampak seperti istri galak yang maunya suami tunduk ma aku (evil abis)
2. Suamiku kayak STI alias suami takut istri
3. Suamiku kayak "ngemong" aku, dia pihak yang sabar dan aku pihak yang menggebu-gebu
4. Kita tampak selalu happy dan baik-baik aja tanpa masalah, hidup isinya bercanda aja.
Well, hahahahaha kelar aja apa gak usah di bedah!? biar aku tetep tampak sebagai tokoh antagonis???hahahahahahaha !!
Jadiii, pada kenyataannya , aku emang galak sih tapi galak kalo marah dan ada alesannya. Kalo gak keterlaluan banget ya gak marah....
Ya gimanaaa??? suami daku 2x ketinggalan pesawat karena ketiduran,
Ya gimanaaa???? jadwal ngapelin anak istri ke surabaya malah mau dipake nonton balapan mobilllll
Dan lain lain ngeremehin hal besaaaarrr atau kesalahan yang diulang-ulang
Terusss, soal STI??
Udah gak usah panjang-panjang jabarin... Aku kasih contoh case aja!!
Istri : yank, kita ke wonosobo kok gak lewat bawen aja, kan lebih deket dari solo
Suami : (nada tinggi) udah tooo kamu tu gak usah banyak komen, kita lewat jogja aja, jangan ngribetin medanku.
Istri : diammm manut.
Dannn perjalanan yang lancar ituuuu akhirnya habis waktu dijalan 5jammmm, boros 2jam daripada lewat bawen padahal ngejar waktu.
Daku sebagai istri yawissss pasrahhhhhhh.....
Masalah ngemong mengemong sih, kita gak ada siapa ngemong siapa. Intinya kita berdua toleransi dalam hal apapun, terutama masalah pergaulan dan socializing.
Aku sama sekali gak membatasi pergaulan suamiku, dan sebaliknya.
Suamiku mah kalo weekend udah ilanggggg, kalo aku sejak punya anak lebih seneng sama anak, tapiii sebelum punya anak ya seluas-luasnya lah temenan.
Aku dan suamiku menyadari betullll pergaulan adalah part penting dalam hidup. Gak punya temen sama aja kayak gak berkehidupan.
Buah dari banyak temen, buah dari networking itu kita ngerasain sendiri manfaatnya, jadi yahhh kalo urusan ini kita sama-sama bebasinnya.
Udahhh, hidup udah sulitttt , dan dengan bersosialisasilah kita meringankan beban hidup.
Kita keliatannya seneng-seneng aja?? gak berantem???
Hahaha, setiap suamiku pulang pasti ada hal yang bikin berantem walau gak besarrr... Ya gimana dia terbiasa menjalani hari-harinya sendiri kayak bujang yang bisa nentuin waktu kapan mandi, kapan jalan, kapan makan, dimana taroh anduk, dimana taroh baju kotor semaunya dia sendiri.
Sedangkam kalo ada aku, yaaaa semua harus sesuai aturan dirumah donggg..
Kita berdua emang tipe pasangan yang santai, makanya LDR belum menjadi masalah berarti SEMENTARA 4tahun ini, sejak pacaran-HAMIL-punya anak dalam kondisi LDR.
Maksudnya santai disini , kita gak menjadikan masalah "yang bisa kita handle sendiri" jadi masalah yang mayor.
Contoh,
aku hamil tua masih nyetir sendiri ke dokter bahkan sampe jam12 malem, yaaa gak aku masalahin, santai aja selama mampu dan bisa
Contoh lagi waktu mobilku dalam keadaan macet ehhh over heating, suamiku dihub gak bisa tapi ada pihak lain yang bisa dimintain tolong, yaudah aku juga gak marah, yang penting udah beres aja ada yang nolong aku. Dan contoh lain lain.
Aku jarang melayani suamiku dalam hal bikin minum, siapin makanan atau kearifan istri lainnya, daann dia juga santai aja, dia ngerti yang dia nikahin itu model cewek kayak gimana.
Terus hubungan suami istri yang bener dan baik itu gimana sih?
Mungkin kalo bener/gak itu relatif ya
Tapi kalo baik itu ya terstandart .
Oke sebelumnya, maaf bukan berati aku mau sok tau tentang baiknya hubungan yang dibangun antara suami dan istri padahal pernikahan baru 1 tahun . Tapi pendapat-pendapatku ini didasari atas pengalaman orang disekitarku, utamanya yang mencurahkan cerita mereka ke aku, yang paling berat ya tentang keputusan divorce .
Dan keputusan divorce itu hanyalah hasil terakhir dari perjalanan berat yang panjang yang di awali hal kecil yaitu "ketidak sepahaman visi misi , gaya hidup dan bahkan mungkin sekedar ngobrolnya aja gak pernah nyambung"
Hubunganku dan suamiku tidak bisa dibilang benar, bahkan jauh dari kata benar.
Jarang sekali kami saling telepon, hanya sesekali whatsap dan sesekali videocall itupun untuk liat muka anak. Intinya kami jarang menceritakan kegiatan kami seharian satu sama lain
Hubunganku dan suamiku tidak bisa dibilang benar, karena aku sebagai istri tidak pandai memasak dan suamiku sama sekali tidak pandai dalam romantisme , padahal jelas suami wajib hukumnya membuat istri berbunga-bunga. Kita semua tau teladan nabi muhamad kepada istri-istrinya dalam hal romantisme
Dan hal-hal tidak benar yang MASIH BANYAK LAGI.
Tapi kami sangat menyadari bahwa pernikahan bukan tentang aku dan kamu tidak benar bagian mana.
Sejak awal keputusan kami menikah , kami sadar modal kami adalah "visi dan misi" kami yang Mutlak sama sehingga kami yakin, kami akan menjadi team yang baik. Yaitu membangun keluarga yang sederhana tapi bersahaja tanpa memaksakan untuk memeriahkan.
Membeli sesuai kebutuhan
Menkonsumsi sesuai kemampuan
Dan menikmati yang berdasar dari rasa syukur . Itu kami .
Kami jarang berkomunikasi, tidak tau kegiatan harian, entah kesulitan hari itu atau kesenangan hari itu juga yang kami alami, kami jarang saling bertukar cerita.
Tapi sebagai tim , kami membangun komunikasi tentang hal yang besar secara detail, perencanaan masa depan, penyelesaian masalah ,kami bermusyawarah menimbang benar-benar baik dan buruk apa yang kami putuskan bukan memenangkan pendapat salah satu pihak dan pihak lain mengikuti dengan terpaksa, tapi murniii mufakat.
Suamiku emang jago di bagian bisnis, i mean bukan jago bisnis terus sukses dalam berbinis bukan, tapi jago dalam skill bisnis yang meliputi "speak" ke orang, melobby orang, perluas jaringan, dan satu lagi gak malu nawarin dagangan alias jiwa sales hahaha walaupun kerjaannya "akunting perusahaan konstruksi" , dan akuuu punya skill dibagian managemen resiko, karena aku adalah analys kredit, jadi kalo ngomongin bisnis aku banyak ngomongin dampak perekonomiannya dengan kondisi dolar yang berlaku, dampak dalam urusan hukum , dan kapasitas usaha kemampuannya sampe mana di bandling sama omsetnya.
Kami merencanakan dengan detail tabungan-tabungan untuk masa depan anak kami.
Kami sebagai tim saling memelihara status dan jabatan kami masing-masing, jabatannya sebagai suami yang memang harus lebih tinggi dimata orang dibanding aku yang sebagai istri. Dia harus tampak lebih gemilang daripada aku.
Kami terus belajar memperbaiki diri untuk menjadi sebaik-baiknya peran kami, walau tidak mungkin tanpa cacat. Hanya kami tidak pernah menshare di medsos seperti curhat galau, kami hanya curhat kepada Tuhan.
Dan bukan berati dengan kerikil itu kami hanya pencitraan dan tidak bahagia, kami bahagia karena kami bersyukur dengan yang kami dapat, kami bahagia karena kami saling tau bahwa "pasanganku berusaha berperan sebaik-baiknya menjalani perannya (entah peran suami/istri/papa dari anak kami/mama dari anak kami)"
Kami suka sesi foto, kami kadang memakai uang kami hanya untuk jasa fotografer yang tidak murah. Memanggg, kesannya berlebihan atau pemborosan, tapi ketahuilah itu ungkapan kebahagiaan pada step-step hidup kami.
Kami hidup sederhana, tanpa rekayasa kemeriahan.
Kami hidup sederhana , dengan standar kenyamanan yang kami bataskan.
Te